
Apa yang anda fahami pertama kali saat mendengar kata “Jihad”?. Ya, mungkin sebagian orang mendengar kata jihad adalah sebagai perjuangan dalam sebuah peperangan atau sebuah pertempuran besar seperti pada zaman Rasulullah. Barang siapa mau berjihad di jalan Allah maka sama saja ia membela agama Allah.
Kata “jihad” sendiri berarti usaha sungguh-sungguh membela agama Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa dan raga. Jihad pada zaman dahulu juga dilakukan oleh para ulama’ untuk membela negara kita dalam melawan penjajah.
Dalam bahasa agama ‘berjuang’ disebut jihad. Di masa perang, jihad berarti mempertahankan diri dengan mengangkat senjata ketika ditindas dan dijajah. Jihad bukan berarti perang, tapi mempertahankan haknya menggunakan senjata merupakan bagian dari jihad. Sekarang telah terjadi reduksi makna jihad menjadi sekedar perang. Tidak hanya itu, bahkan aksi teror telah dianggap sebagai salah satu bentuk jihad. Ini salah. Karena di al-Qur’ân sendiri dikatakan (Q.S. al-Furqan [25]: 52), yang berbunyi:
فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرً
Artinya : “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka menggunakan Al Quran dengan jihad yang besar”


Al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran islam dan sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Bila jihad pada zaman dahulu dilakukan para ulama’ dan pahlawan untuk melawan penjajah dengan pertempuran darah,maka di era kemerdekaan yang mendekati masa emas ini sudah seharusnya kita berjihad dengan bentuk perjuangan hidup kita sendiri. Pemerintah dengan jabatannya,pedagang dengan usahanya, guru dengan pengabdiannya, dan santri dengan ilmunya.
Bentuk jihad seorang santri yakni berjuang dalam mengaji, mengkaji baik menjaga hafalan AL Qur’an,memuthala’ah kitab dan istiqomah dalam menuntut ilmu. Banyak sekali santri yang sudah menyerah di awal masa nyantri karena menyerah dengan perjuangannya atau hal lainnya. Seharusnya mereka harus bertahan melawan kebodohan dan memiliki semangat jihad seperti ulama terdahulu.
Peran santri pada zaman sekarang sangatlah penting. Karena santri sebagai badal para ulama atau kyai dan sarana penerus generasi bangsa yang berkualitas. Hal ini harus terbentuk matang dari sisi emosional, spiritual, maupun intelektual.
Kemajuan dan perkembangan pembelajaran santri juga harus diperhatikan dengan baik. Karena point ini menjadi tolak ukur keberhasilan santri selama belajar. Untuk itu, pencatatan hasil ziyadah (menambah hafalan) dan muraja’ah (mengulang kembali hafalan) sudah semestinya diketahui oleh para wali santri.
Al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran islam dan sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Bila jihad pada zaman dahulu dilakukan para ulama’ dan pahlawan untuk melawan penjajah dengan pertempuran darah,maka di era kemerdekaan yang mendekati masa emas ini sudah seharusnya kita berjihad dengan bentuk perjuangan hidup kita sendiri. Pemerintah dengan jabatannya,pedagang dengan usahanya, guru dengan pengabdiannya, dan santri dengan ilmunya.
Bentuk jihad seorang santri yakni berjuang dalam mengaji, mengkaji baik menjaga hafalan AL Qur’an,memuthala’ah kitab dan istiqomah dalam menuntut ilmu. Banyak sekali santri yang sudah menyerah di awal masa nyantri karena menyerah dengan perjuangannya atau hal lainnya. Seharusnya mereka harus bertahan melawan kebodohan dan memiliki semangat jihad seperti ulama terdahulu.
Peran santri pada zaman sekarang sangatlah penting. Karena santri sebagai badal para ulama atau kyai dan sarana penerus generasi bangsa yang berkualitas. Hal ini harus terbentuk matang dari sisi emosional, spiritual, maupun intelektual.
Kemajuan dan perkembangan pembelajaran santri juga harus diperhatikan dengan baik. Karena point ini menjadi tolak ukur keberhasilan santri selama belajar. Untuk itu, pencatatan hasil ziyadah (menambah hafalan) dan muraja’ah (mengulang kembali hafalan) sudah semestinya diketahui oleh para wali santri.
Sistem seperti ini sudah banyak dipraktikkan di pesantren,termasuk Ma’had Tasywiqith Thalibat SMA TBS Keramat Kudus yang memiliki program unggulan tahfidz Qur’an. Setiap akhir bulan hasil hafalan maupun binnadhor dilaporkan kepada wali santri baik secara manual maupun online. Dengan hal ini baik murabbi ataupun orangtua dapat memantau hafalan santri dan juga memberikan motivasi serta semangat kepada mereka.
Hal ini memberikan dampak positif, yakni agar orang tua mengetahui kedisiplinan halaqoh yang dilaksanakan tiga kali sehari berupa ziyadah ba’da subuh, nderes pribadi dan seaman patner ba’da ashar dan muraja’ah ba’da magrib. Untuk meningkatkan kedisiplinan,santri tanpa udzur yang tidak berangkat maupun telat akan terkena ta’ziran.
Tak hanya santri muqim, pesantren dibawah asuhan SMA TBS Keramat Kudus ini juga menerima murid hafalan dengan system nglaju. Setelah pulang sekolah mereka akan datang ke Ma’had untuk melakukan setoran maupun muraja’ah karena pada hakikatnya santri bukan hanya yang mukim saja, tapi juga mereka yang memiliki jiwa selalu ingin ngaji(belajar) dimanapun dan kapanpun. (Syi,nad)