Sejarah Madrasah TBS Kudus
Madrasah TBS Kudus berdiri tanggal 7 Jumadal Akhirah 1347 H (tahun Alif) bertepatan dengan tanggal 21 Nopember 1928 M, pada masa penjajahan Belanda dan dua tahun setelah berdirinya Jam’iyyah Nahdlotul Ulama’ (NU), dengan nama: TASYWIQUTH THULLAB (TB) yang artinya “Gairah / Kecintaan yang amat sangat para siswa (terhadap ilmu pengetahuan)”.
- Tujuan Berdirinya Yayasan TBS Kudus
- Visi Yayasan TBS Kudus
- Misi Yayasan TBS Kudus
- Struktur Yayasan TBS Kudus
- Pendiri dan Tokoh Yayasan TBS Kudus
Nilai Unggul TBS Kudus
Merawat Keilmuan Salaf
Salah satu peran penting madrasah di bawah naungan Yayasan TBS Kudus, yaitu kontribusinya dalam merawat keilmuan salaf berbasis pesantren. Maka pembelajaran kitab-kitab salaf menjadi menu sehari-hari yang diberikan kepada santri, namun tanpa meninggalkan ilmu-ilmu dan materi sesuai kurikulum yang dicanangkan oleh pemerintah.
Kemampuan Baca al-Quran
Sebagai santri yang banyak masyayikh-nya merupakan ahli-ahli al-Quran, maka setiap santri TBS Kudus mesti mampu membaca al-Quran dengan baik, baik itu dari sisi tajwid maupun makharijul hurufnya.
Kembangkan Keilmuan Falak
Ilmu falak, oleh banyak kalangan dinilai sebagai salah satu ilmu yang sulit dipelajari. Sebab, tidak hanya harus sabar berkutat dengan angka-angka, tetapi mereka yang mempelajari ilmu falak harus benar-benar cermat (teliti). Dan di madrasah TBS Kudus, ilmu falak menjadi salah satu materi pelajaran yang dipelajari sejak jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Di jenjang MA juga memiliki Lembaga Pengembangan Bakat (LPB) Falak. Dan bahkan, kini Yayasan TBS Kudus “melalui” Pondok Ath-Thullab juga telah membuka Ma’had Aly takhashshush Ilmu Falak, yang telah mendapatkan Surat Izin Operasional sejak 2018 lalu.
Dorong Penguatan Keilmuan Non Salaf
Kendati jenjang pendidikan di bawah naungan Yayasan TBS Kudus oleh masyarakat luas dikenal sebagai madrasah yang memberikan porsi pembelajaran yang cukup besar di bidang ilmu-ilmu salaf, namun pihak yayasan dan pengelola di masing-masing jenjang juga mendorong para santri-santriyah untuk menguasai ilmu-ilmu non salaf, juga sains.